Keanehan ini berawal dari kegelapan sunyi malam hari yang mendatangkan dingin sampai menusuk kulit hingga ke tulang. Dan diiringi guyuran air mata langit yang senantiasa menemani kesendirianku di bumi ini. Tak lain dan tak bukan adalah ciptaan yang Maha Kuasa, Penguasa seluruh jagad raya. Malam ini kamarku terasa terbalik, biasanya mempunyai sudut-sudut yang dapat ku ukur sekarang menjadi bundar seperti bola di atas air. Bola raksasa melambung ke atas di dalamnya terlihat seperti rumah. Ini benar-benar gila, rumahku terbang di dalam balon. Aneh, apa aku sudah gila? Tapi ku rasa tidak, rumah semua orang sama keadaannya dengan rumahku.
Kegiatan pagiku berbeda, biasanya aku bekerja dengan rapi dan penuh semangat, tempat kerjaku bersih dan nyaman didampingi aroma menawan parfum entah buatan Paris atau mana dengan secangkir teh menghangatkan aliran saraf otak serta kalbuku. Namun heran! Aku mengenakan pakaian rombeng menuju tempat kerjaku yang kumuh banyak tikus tidak berdasi. Aku mengerjakan tugasku semua, tetapi kalian tahu apa? Tugasku hari ini hanya menghapus data dan aku lihat banyak orang membuang uang ke jalanan. Apa mereka tak berpikir bagaimana susah mencari uang malah dibuang ke jalanan cuma-cuma? Apa hanya aku yang merasakan seperti ini? Semua orang terlihat biasa seolah-olah inilah dunia mereka setiap hari. Aku berjalan, pulang, disambut pedagang-pedagang kaki seribu di tengah jalan bukan di pinggir, menuju istana tidurku yang melayang, heran! kali ini aku berjalan mundur. Apa lagi ini?
Percayakah kalian? Di seberang jalan tersusun gedung mewah nan megah rumah para pengemis, pengamen, dan pedagang kaki seribu. Rumah mereka tidak berterbangan. Saat mengemis mereka berpakaian rapi, sopan, fashionable dengan aksesoris jam tangan dan berdasi, mereka sangat akur. Apakah dunia ini benar-benar terbalik? Atau ini memang keadaan nyata di negeri ini orang di kantor terlihat kumuh tetapi kolong jembatan terlihat bersih. Kenapa semua orang berjalan mundur? Andai aku tahu jawabnya. Imajinasiku mulai melayang menuju angan-angan menuju langit ke tujuh. Mungkin ini pertanda dunia akan berubah dengan tampilan baru yang menawan atau malah sebaliknya dunia ini semakin hancur seperti kerupuk yang diremas begitu saja lalu dibuang atas ulah siapa pun yang tidak bertanggung jawab. Andai aku tahu jawabnya.
—
Mataku terpana melihat kucing mendekat pada pasangan yang menempel di penopang tubuhku dengan kata NIKE, terlihat tampan bagai Arjuna. Tetapi apa ini hanya perasaanku saja atau memang begitu? Kucing itu berbulu anjing yang menawan, anjing pudel biru cantik jelita. Namun yang terlintas di benakku hanya satu, ini kucing atau anjing? Dan ini jantan atau betina? Pertanyaan tidak berguna membuatku semakin bertanya-tanya dan tidak berdaya dengan keanehan ini. Aku bertemu gerombolan orang di terminal tempat bus yang mengangkut para kelelahan, korban kerjaan, berkaki dua ke rumah mereka.
—
Semakin kepala berputar ku baringkan tubuhku yang rapuh dan otakku yang terombang-ambing. Tapi badan ini tetap ingin berdiri walau aku merasa sudah cukup kelelahan hari ini. Ku lihat ke sana ke mari Akuariumku kosong, air terkuras habis tidak tersisa, hanya batu di dalamnya dan miniatur karang, namun ikanku masih tetap berenang dan menari layaknya dalam air, tidak ku sangka semua berubah seperti ini.
“Tok, tok, tok.”
“Waalaikumsalam”
Suara mengetuk pintu dengan kata yang aneh, sengaja aku tak menyambar jawaban apa-apa.
“Selamat hari kebalikan!” ibuku datang dan berkata seperti itu.
“Memangnya spongebob Bu pakai acara hari kebalikan segala?”
“Aduh Nak kamu ini ketinggalan zaman ya? Makanya hidup itu jangan hanya duduk diam di kantor ngerjain tugas dari bos, kalau salah dimarahi kalau bener kadang juga masih disalahin. Coba lihat dunia luar!”
“Maksudnya?” aku masih tetap bingung dengan situasi yang sangat aneh.
“Weleh anak Ibu dasar bego ya?”
“Bego bagaimana Bu, memang aku tak tahu maksudnya ini lo?” nadaku sedikit meninggi tetapi aku sadar sedang berbicara dengan siapa dan harus bersikap bagaimana.
“Dunia ini sudah gila dan kadaluarsa Nak, lihat semua orang di luar sana, tidak mengurus diri mereka sendiri, hanya orang lain yang diurus. Kalau mementingkan kepentingan umum sih gak apa-apa tapi jangan terlalu melupakan diri hanya demi uang atau materi semata.” Sejenak ibu meminum teh yang sudah ada di genggamannya selagi masih hangat.
“Jadi dunia ini terbalik begitu Bu?”
“Nah bisa dibilang begitu, lihat dari satu sisi, memang rakyat adalah tangan-tangan suatu bangsa tetapi bukan berarti mereka bebas dan terlalu bebas sampai melupakan arti apa itu pemerintahan.”
“Ibu, Ibu sejak kapan perhatian dengan politik negeri ini?”
“Sejak sekarang lah kan ini hari kebalikan. Hahaha…” ibu sambil tersenyum dan tertawa cekakakan seperti tidak tahu aturan.
“Oke biar tidak terlalu politis, ibu ambil contoh sederhana hari kebalikan, mengapa tumbuhan itu tidak bisa bergerak? Pasti itu takdir dan rahasia Tuhan kan? Kalau kita bisa mencerna dalam hidup ini mengapa tumbuhan tetap di tempatnya karena kalau dia jalan-jalan ke sana ke mari proses fotosintesisnya akan susah ia jalani. Misalnya lagi, kalau dia bergerak harus lewat jalan mana jika ingin mengunjungi kerabatnya? Manusia saja sudah sering diterpa macet, apalagi kalau ada tumbuhan.” Omongan ibuku mulai tidak masuk akal tapi aku hanya bisa mendengarnya karena jika diputus di tengah jalan nanti jadi berabe juga.
“Semua di dunia ini penuh dengan teka-teki dan keanehan yang tersembunyi di dalamnya. Kalau kamu pengen tahu, cari tahu dulu mengapa hari ini semua orang pada aneh dan seakan dunia ini gila seperti spongebob yang sedang mengucap ‘selamat hari kebalikan patrick!'” Kepala ini tak sejalur dengan hati, saat ini gundah hatiku dan linglungnya aku tak dapat diwakili oleh raut muka atau rasa di kepalaku. Melihat keterangan ibu yang rumit dan penuh teka-teki membuat otakku seperti dikocok-kocok, aneh tapi menarik! Aku coba cari tahu mengapa hari yang seindah ini dihembus oleh ketidakserasian suasana di dunia? Tiba-tiba ibuku menghilang tanpa pamit atau berucap salam kebalikan dari salam pembuka.
—
Melangkah setapak di depan rumah ku jumpai seekor kucing menyapaku, kucing memakai baju rapi berwarna belang seperti zebra dan berdasi bagai pemain pantomim.
“Hai mbak apa kau benci dengan negeri ini atau dunia ini?” sungguh aneh. Ini nyata atau hanya halusinasiku saja?
“Aku tidak akan benci negeri ini ataupun dunia ini, jika aku benci sama aja aku benci Sang Pencipta.” Kataku dengan tegas.
Ku telusuri jalan setapak yang mungkin tak pernah dilalui apa pun apalagi orang, angin pun jarang melewati jalan ini. Debu-debu takut matanya terkena debu yang berterbangan dan hujan juga takut dirinya basah terkena air mata langit. Ku lalui jalan yang mengerikan siapa tahu jawabannya ada dalam jalan itu. Gelap terang gelap terang sebentar gelap sebentar terang, seperti lampu disko. Kucing itu tetap mengikutiku tapi ku biarkan saja mungkin dia bisa menemaniku dan menjagaku di saat seperti ini. Siang atau malam di sini tidak dapat diprediksi hanya kaki yang bersuara dan desah napas panjang menahan takut akan ada kebuasan di tengah sana namun dalam takut aku meringis.
“Hei pus ada cahaya lampu, siapa tahu itu petunjuk.”
“Mana? tidak ada!” si kucing tidak melihatnya? Aneh!
“Bukankah itu seperti lampu di kamarku? Iya seperti lampu di kamarku.”
Aku berlari mengejar lampu itu semakin aku mengejarnya semakin lampu itu menjadi kecil dan menjauh tetapi saat aku berhenti dia juga berhenti. Aku lambatkan langkahku dan dia mulai diam aku berusaha mendekati dan menggapainya. Aku buka mataku lebar-lebar, ku rasakan angin yang mendadak menghembus pipi dan seluruh tubuhku saatnya aku pegang lampu itu untuk menerangi jalanku lalu kucing pus pus mendadak hilang. Selangkah aku masuk ke dalam ruangan yang gelap. Betapa kagetnya kepalaku terbentur keras ternyata itu bukan ruangan, hanya batu besar yang menghalangi jalan tetapi mengapa ada lampu? Rasanya aku pingsan begitu lama saat terbangun aku sudah di kamar, di tempat tidurku yang empuk, tiba-tiba…
Tok, tok, tok, “Assalamualaikum…” Seseorang mengetuk pintu kamarku ternyata ibuku. Aku langsung berlutut kepadanya. “Ibu maaf Ibu maaf aku belum menemukan jawabannya saat ini apakah dunia ini tetap gila dan apa aku akan jadi gila ibu? Maafkan aku Ibu,” kata-kataku membuat ibuku bengong dan linglung tentang apa yang ku katakan.
“Ibu tidak mengerti apa yang kamu katakan, ayo bangun cepat mandi atau rapikan rambutmu saja segera pakai jilbab langsung antar Ibu ke pasar lalu kita masak sayur bayam, ayo bantu Ibu masak buat kamu sarapan lalu berangkat kerja! Ayo!”
Semula aku bingung, andai tahu jawabnya! Sekarang aku tahu jawabnya, sindiran-sindiran itu kegilaan dan keanehan dunia ini ada dalam bunga tidurku, bunga lelap malamku, seakan nyata karena kepala tersayangku dari Tuhan ini terbentur keras sebuah batu yang menghalangi jalanku tadi, tetapi aku tak tahu batu apa itu atau aku hanya terbentur lantai karena aku terjatuh dari kasur empuk tempat meletakkan punggungku dari kebengkokan kursi kerja. Bunga lelap malam bukan hanya bunga tidur yang tidak bisa dikenang. Bunga tidur adalah seuntaian pesan tersirat dari bawah sadar apa yang sedang menghantui hidupmu lalu akan lewat dalam mimpi sekejap. Bunga lelap malam itu memberiku jawaban dunia ini semakin rapuh da
n terbalik.
Manusia-manusia yang semakin diperbudak dunia gila ini, aneh tapi ini adanya! Bunga tidurku menasihati ragaku yang juga semakin tidak memperhatikan jiwaku hingga raga dan jiwaku terkadang terasa terpisah walaupun selalu bersama. Raga manusia memaksa melupakan jiwa dalam melayani dunia aneh ini. Raga bekerja demi dunia namun jiwa terkadang memberontak ingin melupakan dunia. Suatu gaya tarik menarik membuat mereka menjadi terikat. Terkadang raga tidak ingin jiwa ikut dalam melayani dunia namun jiwa menasihati raga lewat alam yang semua orang mempunyai, alam bawah sadar, melalui bunga tidur yang bersemi di malam hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar