Senin, 20 April 2015
Tanah Masih Hitam
Mana yang lebih berharga….
kearifan, air mata, atau darah….??
Di atas ladang-ladang nestapa yang hitam
setelah lautan, setelah pelabuhan, bandara dan terminal
setelah simpang jalan, hutan-hutan, tempat ibadah dan perkampungan
setelah perdebatan serta pertempuran
setelah ratusan juta mulut berteriak lantang
menanti jawaban yang tiada ada kepastian
Lewat pemberitaan kita dengar, kita lihat, kita mengerti
mereka bicara tentang anak bangsa, tapi tak bicara tentang kita
mereka bicara tentang keadilan, tapi tak adil untuk kita
mereka bicara tentang masa depan, tapi bukan masa depan kita
mereka punya hati, tapi hati mereka bukan untuk kita
Lalu siapa mereka…??
dan siapa kita…??
Ah…aku pening….!!!
Derita seolah sudah sah menjadi milik bangsa
Yaa… milik anak bangsa yang mereka bicarakan
tetapi mengapa mereka selalu menyatakan segala hal
yang mereka sedang perjuangkan memakai nama kita
Tanah masih hitam….
tempat keringat kita bersimbah siang dan malam
kita mungkin akan tetap bertahan di sini
di Tanah Air kita tercinta….Indonesia
Di sisi lain Negri kita
ada seorang penari merentakkan kakinya tanpa ragu
di lantai ia meliuk-liuk sambil berteriak
seluruh ruang mata memeluk setiap geraknya
sentakan leher dan kepalanya membuat tubuhnya seperti terangkat ke udara
betapa rentak kakinya kukuh penuh semangat
serempak dengan bunyi gendang bertalu-talu
di tempat lain…
seorang nakhoda berdiri kukuh di belakang kemudinya
menghadang topan, badai yang menerjang
tangannya berdarah, dadanya bergemuruh
tanpa ragu kepalanya tengadah menerjang gelombang
dia berusaha mengalahkan kecemasan dan bimbang
di tengah-tengah gemerlapnya kota
seorang tua terhenyak di kursi megah
setelah mondar-mandir di ruangan yang suram
matanya terbelalak ketika serombongan anak-anak muda
datang menghadap menagih janji, meminta jawaban
namun di sudut yang terabaikan…
di atas tanah hitam yang semakin hitam
anak-anak penerus bangsa yang tiada berdosa
anak-anak yang hanya mengerti Indonesia Merdeka
dan orang tua renta yang berlinang air mata
meratapi hitamnya tanah Negri sendiri
Tubuh mereka dingin, tangan terlipat di dada
di luar jendela menggema suara
dan mereka hanya diam, tak mampu berbuat apa-apa
mereka hanya bisa mendengar tanpa tahu bicara apa-apa
mereka adalah anak Negri yang hanya mengerti Merdeka
_Marlina Hafs_
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar